REDAKSI LUWUK NEWS

PEMIMPIN REDAKSI: Zulfikar Saosang. REDAKTUR PELAKSANA: Farhan Junaedi Tapo. MANAGER IKLAN: Mentari Saosang. TARIF IKLAN: Umum Rp. 10.000,-/bulan. ALAMAT REDAKSI: Jl. Imam Bonjol No. 204 Km 2 Luwuk Telp. 085256585505 email : luwuknews@yahoo.com

9 Maret 2010

Perempuan di Sulteng (Kab. Banggai) Dalam Lilitan Kekerasan

Perempuan adalah manusia, ungkapan ini terkesan sangat sederhana, dan karenanya sering diremehkan makna pun nilai yang dikandung. Memang tidak ada yang menolaknya, tetapi pengakuan itu sama sekali tidak tercermin dalam sikap, baik pada laki-laki maupun perempuan.

Fakta bahwa di Sulawesi Tengah (Kab. Banggai), kekerasan terhadap perempuan telah berkembang dalam berbagai pola dan variasi modus operandi. Pendeknya, perempuan dililit berbagai bentuk kekerasan yang terjadi pada dirinya sendiri dan bahkan berimbas pada keluarganya.

Tidak sedikit dari berbagai kasus yang terbaca oleh publik, malah dianggap suatu “aib” bagi kolektivitas, dan karenanya—kalau boleh—dengan segala cara harus ditutupi jangan sampai diketahui orang.

Pada umumnya perempuan yang mengalami (korban) kekerasan, baik yang ditangani maupun tidak, selalu menjadi objek untuk disalahkan (revictimisasi) –dengan kalimat lain, institusi-institusi yang seharusnya memberikan rasa aman dan keadilan bukannya berpihak pada mereka (baca: perempuan), malah sebaliknya memutarbalikkan tuduhan dengan menyalahkan kembali korban.

rata-rata perempuan korban kekerasan yang melaporkan kasusnya ke Polisi memilih untuk mencabut kembali dengan beberapa alasan. Antara lain : ditekan pihak pelaku atau keluarga, menempuh jalan damai, merasa malu, mempertimbangkan pembiayaan dan lamanya kasus di proses sampai ke pengadilan, dan beberapa alasan lainnya.

Pencabutan kasus tentu saja berpengaruh pada segi jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan yang diselesaikan di pengadilan. Hal ini belum termasuk hambatan pada proses penuntutan dan vonis, dalam kondisi keterbatasan jaksa perempuan dan ideologi penegakan hukum yang sangat patriarkhi. Tidak jarang malah menempatkan perempuan korban pada posisi yang semakin terpuruk. Tuntutan yang ringan, keberpihakan yang lemah, proses pemeriksaan dan pengadilan yang sering mengindahkan empati pada perempuan korban menjadi permasalahan yang panjang dan sangat berliku bagi upaya penegakan hukum yang berpihak pada perempuan korban.

Lingkaran Kekerasaan Dalam Rumah Tangga

Kekerasan terhadap perempuan dalam keluarga (domestic violence), biasanya dilakukan orang-orang dekat yang dikenal antara lain : ayah, suami, saudara laki-laki, keponakan, dll. Jenis kekerasan ini dominan bermotif dorongan seksualitas dan ketimpangan gender (ketergantungan perempuan terhadap pihak laki-laki dalam keluarga) yang bentuknya seperti penyiksaan/pemaksaan kehendak seksual pada istri, dampak lanjut dari mabuk-mabukan, pemukulan, desakan ekonomi dan bahkan tidak tanggung-tanggung melakukan pembunuhan.

jumlah kekerasaan terhadap perempuan Sulawesi Tengah didominasi kekerasaan dalam rumah tangga atau kekerasaan terhadap istri dengan beragam motif.

Angka ini menjelaskan : kekerasaan terhadap istri yang beragam motif dan modus operandinya menyebabkan tingginya perceraian yang terjadi di sepanjang tahun.
ketergantungan ekonomi salah satu motif yang menjadi sering terjadinya kekerasaan terhadap istri.

Lingkaran Kekerasan Seksual Terhadap Anak

Kekerasaan jenis ini merupakan bentuk dominasi laki-laki terhadap anak (perempuan). Pelakunya adalah orang terdekat dengan anak tersebut misalnya ayah kandung, ayah tiri, paman, kakek, kakak kandung, dan tetangga anak tersebut. Seringkali ketika kejahatan ini terjadi masyarakat beranggapan bahwa pelakunnya mempunyai kelainan jiwa atau karena minum-minuman keras serta jenis psikotropika lainnya, padahal kenyataannya banyak pelaku yang dalam keadaan normal.

Motif kejahatan seksual terhadap anak, berlangsung melalui beragam cara seperti membujuk korban dengan barang-barang berupa uang, mainan, (dll) sampai dengan melakukan ancaman akan membunuh korban apabila korban melaporkan peristiwa ke keluarganya.

Biasanya korban yang mengalami tekanan akibat ancaman takut/tidak berani mengungkapkan kepada keluarga, nanti setelah dalam waktu yang lama dan ditandai dengan perubahan (kelainan) kepada dirinya, barulah masalah itu dilaporkan kepada keluarganya. Peristiwa seperti ini paling banyak terjadi terhadap anak-anak di bawah umur. *
Penulis Adalah Maryati Ys. Tapo
Ketua Kelompok Peduli Perempuan Kabupaten Banggai (KP2KB)

1 komentar: