REDAKSI LUWUK NEWS

PEMIMPIN REDAKSI: Zulfikar Saosang. REDAKTUR PELAKSANA: Farhan Junaedi Tapo. MANAGER IKLAN: Mentari Saosang. TARIF IKLAN: Umum Rp. 10.000,-/bulan. ALAMAT REDAKSI: Jl. Imam Bonjol No. 204 Km 2 Luwuk Telp. 085256585505 email : luwuknews@yahoo.com

17 Maret 2010

Belajar Dari Australia

Oleh: Munggang Hendro Purnanto, ST., Kontributor TANDEF

Sebuah negara disegani bukan saja karena wilayahnya yang luas, namun juga karena kekuatan militernya yang mumpuni. Mungkin inilah yang menjadi alasan di balik rencana peningkatkan kekuatan militer Australia. Tidak kurang dari 100 pesawat tempur canggih F-35 buatan Lockheed (AS) akan masuk dalam jajaran pertahanan udaranya yang baru menggantikan pesawat tempur sekarang, F/A-18 Super Hornet (buatan Boeing). Hingga 20 tahun mendatang, Australia akan mengeluarkan dana lebih dari 70 milliar dolar AS untuk mendukung pengembangan sektor pertahanannya (Kompas, 3 Mei 2009).
Setidaknya ada satu hal menarik dari pengumuman yang disampaikan oleh PM Australia Kevin Rudd ini. Australia menyadari sepenuhnya bahwa Asia ke depannya akan menjadi ancaman yang serius. Oleh karena itu, peningkatan anggaran pertahanan yang dilakukannya merupakan salah satu upaya untuk mengimbangi kekuatan ini. Bahkan Australia pun sadar bahwa supremasi negaranya harus ditegakkan di kawasan Samudra Hindia yang meskipun secara geografis jauh dari wilayahnya namun memiliki peran penting sebagai jalur pengapalan bahan bakar dari Timur Tengah ke Asia (Kompas, 3 Mei 2009).

Bagaimana dengan Indonesia? Dengan kekuatan pertahanan dan anggaran yang dimiliki saat ini, rencana Australia hanya akan mengukuhkan Indonesia sebagai anak bawang yang semakin terjepit oleh hadirnya berbagai kekuatan militer yang jauh lebih tinggi oleh negara-negara tetangga se-kawasan.

Romantika kuatnya kekuatan militer Indonesia pada masa Orde Lama hingga mampu menggetarkan angkatan bersenjata Australia pada saat itu nampaknya hanya akan menjadi kenangan manis yang tertulis dalam buku-buku sejarah. Tahun demi tahun, kekuatan itu semakin melemah akibat alokasi anggaran yang terus menerus dipaksa untuk mengalah. Puncaknya adalah di tahun 2009, ketika anggaran pertahanan yang disetujui oleh pemerintah lebih rendah dibandingkan anggaran tahun sebelumnya.

Apa yang dilakukan oleh Australia seharusnya bisa menjadi pelajaran bagi pengambil kebijakan di negara kita. Dalam kondisi damai seperti saat ini, negara harus mampu melihat potensi yang mungkin terjadi dalam kurun 20, 30 atau 50 tahun mendatang. Pemanasan global, menipisnya cadangan minyak, dan munculnya negara superpower baru telah mengubah peta ancaman dunia. Peperangan yang mungkin terjadi nantinya pun lebih dilandasi oleh faktor-faktor ekonomi ketimbang faktor-faktor ideologis. Invasi besar-besaran sebagaimana yang dilakukan oleh Sekutu di Pantai Normandy dalam perang dunia II nampaknya sudah tidak menjadi pilihan menarik bagi negara-negara agresor. Oleh karenanya, doktrin pertahanan yang dikeluarkan pemerintah semestinya mampu mengikuti tren yang ada.

Selain itu, masyarakat harus menyadari bahwa pengembangan militer tidak boleh dimaknai secara sempit. Kekuatan militer merupakan simbol harga diri sebuah bangsa. Kekuatan militer perlu dibangun secara berkesinambungan sehingga memiliki daya getar yang tinggi dalam melindungi aset-aset nasional.

Jika menengok fakta beberapa tahun belakangan, betapa seringnya negara kita dipecundangi oleh negara-negara sekitar. Mulai dari sengketa perbatasan, pencurian ikan oleh kapal asing, masuknya pesawat tempur asing di wilayah udara kita, hingga lemahnya perlindungan negara terhadap pemenuhan hak TKI di luar negeri. Contoh-contoh itu adalah bukti nyata betapa wibawa kita sebagai negara terbesar di kawasan semakin menurun. Dan boleh dibilang, penurunan ini erat kaitannya dengan rendahnya kekuatan pertahanan negara kita. Coba bayangkan, masih beranikah negara-negara tersebut melakukan hal serupa jika militer kita adalah yang terkuat di kawasan?

Bangsa Indonesia bukanlah bangsa yang gemar berperang. Karena itulah kesiapan angkatan bersenjata kita dalam mencegah timbulnya perang adalah hal mutlak yang tidak bisa ditawar lagi.

Semoga apa yang dilakukan oleh Australia dapat menjadi trigger bagi negara kita, bahwa sebagai negara terbesar dan paling berkepentingan di kawasan, sudah sepantasnyalah kita yang menjadi kekuatan utama dalam mengamankan dan menjaga perdamaian kawasan. Bukan negara lain!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar